Kamis, 06 Desember 2012

Manusia Hidup Hingga 1000 Tahun

        Jika kita bisa menghentikan kemerosotan fisik seiring bertambahnya umur, ahli biologi molekular Aubrey de Grey melihat bahwa tak ada alasan mengapa manusia tidak harus hidup hingga 1000 tahun.
Dengan jenggot dan pendapatnya yang kokoh, ada sesuatu yang mirip dengan nabi-nabi pada zaman perjanjian lama dengan Aubrey de Grey. Namun ahli gerontologi yang mempelajari proses penuaan mengatakan bahwa keyakinannya bahwa dia mungkin hidup hingga 1000 tahun tidak diperolehnya dalam keyakinan/kepercayaannya, tapi dalam sains. De Grey mempelajari ilmu komputer di Universitas Cambridge, tapi menjadi tertarik dengan masalah penuaan lebih dari sepuluh tahun lalu dan merupakan rekan pendiri Institut SENS (Strategies for Engineered Negligible Senescence) yang merupakan organisasi nonprofit berpusat di A.S. seperti yang dilansir oleh Guardian.

Apa yang salah dengan menjadi tua?

Sederhananya, orang jadi sakit ketika bertambah tua. Saya sering bertemu orang-orang yang mau menderita penyakit kardiovaskuler atau apalah, dan kita mendapatkan hal-hal itu sebagai akibat akumulasi lama dari berbagai tipe kerusakan molekular dan selular. Hal ini tidak berbahaya pada tingatan rendah tapi akhirnya hal itu menyebabkan penyakit dan cacat pada usia lanjut yang kebanyakan orang pikir tidak menyenangkan.

Apakah ini merupakan krisis kesehatan terbesar yang dihadapi dunia?

Sama sekali ya. Jika kita melihat pada dunia industri, pada dasarnya 90% semua kematian disebabkan karena penuaan. Hal-hal tersebut merupakan kematian dari sebab-sebab yang mempengaruhi para lansia dan tidak berpengaruh pada para dewasa muda. Jika kita melihat di seluruh dunia, angka kematian yang terjadi tiap hari sekitar 150.000 dan sekitar dua per tiga dari angka tersebut disebabkan karena penuaan.

Mengapa dunia tidak mengenali ini?

Orang-orang telah mencoba mengklaim bahwa kita bisa menaklukkan penuan sejak lama, dan mereka tidak mencapai kesuksesan. Ada kecenderungan untuk berpikir bahwa ada sesuatu yang tak terhindarkan tentang penuaan. Hal tersebut entah bagaimana melebihi kemampuan teknologi kita dalam prinsip yang sama sekali omong kosong.

Lalu ketika orang berdamai dengan hal mengerikan ini yang akan terjadi pada diri mereka di masa yang akan datang, mereka cenderung untuk menjadi agak enggan untuk menanyakan kembali ketika seseorang muncul dengan gagasan baru.

Apakah tubuh kita berhenti menjadi proaktif dengan kehidupan?

Pada dasarnya, tubuh memang memiliki perlengkapan anti penuaan alami tapi tidak 100% secara luas, jadi hal tersebut memperkenankan sejumlah kecil berbagai jenis kerusakkan molekular dan selular terjadi dan berakumulasi. Tubuh memang mencoba sekuat mungkin untuk melawan hal-hal ini tapi ini tak dapat bertahan. Jadi kita tidak akan bisa melakukan apapun secara signifikan tentang penuaan tanpa interfensi teknologi tinggi yang akan saya lakukan.

Penuaan melibatkan proses metabolisme, dan kemudian kemerosotan, dan kemudian patologi, benarkah?

Pada dasarnya, hal itu benar. Metabolisme melibatkan jaringan rumit proses biokimia dan sel yang terhubung dan hal tersebut berhasil membuat kita tetap hidup selama proses itu, tapi ada efek sampingnya.

Efek samping tersebut mulai bahkan sebelum kita lahir, efek itu tetap ada di segala penjuru kehidupan dan termanifestasi sebagai contoh, akumulasi dari berbagai tipe sampah molekul dalam dan luar sel, atau hanya sebagai sel yang mati dan tidak secara otomatis diganti oleh pembelahan sel lain. Bertahap perubahan-perubahan pada tingkat molekul dan sel berakumulasi dan akhirnya menghalangi metabolisme, dan di sanalah muncul patologi.

Anda telah mengidentifikasi tujuh bagian tertentu pembusukan sel yang mungkin bisa diatasi. Dapatkah anda memberikan contohnya?

Saya baru menyebutkan sel-sel mati dan tidak secara otomatis diganti, itu satu. Lainnya yaitu sel tidak mati ketika mereka seharusnya mati, beberapa tipe sel tertentu seharusnya berganti dan seringkali sel-sel tersebut kehilangan kemampuan untuk merespon sinyal yang mengatakan bahwa mereka harus mati.

Yang ketiga yaitu sel-sel membelah terlalu banyak, mereka mungkin mati ketika mereka harus tapi membelah terlalu banyak, dan itu yang disebut kanker.

Kita tahu penyebab kanker untuk beberapa waktu tapi lama untuk mencari penyembuhannya, bukankah demikian?

Saya tentunya tidak mengklaim bahwa satupun dari hal ini gampang. Beberapa di antaranya lebih gampang tapi saya selalu memandang kanker sebagai aspek tunggal tersulit dari penuaan yang harus diperbaiki.

Anda berbicara tentang memperkaya kehidupan orang, tapi bukankah kematian yang membuat kehidupan kita berharga?

Itu adalah omong kosong. Faktanya ialah orang tak mau sakit. Saya adalah orang yang praktis. Saya tak mau sakit dan saya tak mau anda sakit dan itu yang saya maksud. Saya tidak membahas umur panjang, saya membahas membuat orang tetap sehat. Satu-satunya perbedaan antara karya saya dan keseluruhan profesi medis ialah bahwa saya pikir kita ada dalam penemuan membuat orang tetap sehat sehingga pada umur 90 mereka tetap terbangun dalam kondisi fisik yang sama ketika berumur 30, dan kemungkinan mereka tidak terbangun di suatu pagi tidak lebih tingi dari sebelumnya ketika berumur 30 tahun.

Anda mengatakan anda pikir orang pertama yang hidup hingga 1000 tahun mungkin sudah hidup. Mungkinkah orang itu adalah anda?

Hal itu mungkin bahwa orang-orang seusia saya 40an cukup muda untuk mendapatkan manfaat dari terapi ini. Saya memberikannya 30 atau 40% kemungkinan. Namun itu bukanlah hal yang memotivasi saya melakukan hal ini, saya melakukannya karena saya tertarik menyelamatkan 100.000 jiwa sehari.

Dapatkah bumi mengatasi orang-orang yang hidup begitu lama?

Hal itu tergantung pada keseimbangan angka kelahiran dan kematian. Kita tidak membutuhkan waktu lama untuk membatasi angka kelahiran setelah kita lebih kurang mengeliminasi kematian bayi 100 atau 150 tahun lalu. Saya tidak melihat bahwa itu merupakan pikiran sehat untuk menganggap resiko penghentian populasi sebagai alasan untuk tidak memberikan orang-orang layanan kesehatan terbaik yang bisa kita berikan.
 

Revolusi Energi, Kunci Kehidupan Kompleks

         Evolusi kehidupan kompleks sangat bergantung pada mitokondria yaitu pembangkit tenaga mungil yang ditemukan di semua sel-sel kompleks, menurut penelitian baru.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Dr. Nick Lane dari University College London dan Dr. WIlliam Martin dari Universitas Dusseldorf.

"Prinsip-prinsip utamanya bersifat universal. Energi merupakan hal yang sangat penting, bahkan dalam dunia penemuan evolusioner. "Alien pun membutuhkan mitokondria."

Selama 70 tahun para ilmuwan berpikir bahwa evolusi nukleus atau inti sel merupakan kunci kehidupan kompleks. Saat ini dalam karya yang dipublikasikan di Nature pada tanggal 21 Oktober, Lane dan Martin mengungkapkan bahwa sebenarnya mitokondria merupakan bagian yang paling mendasar bagi perkembangan berbagai inovasi kompleks seperti nukleus karena fungsinya sebagai pembangkit tenaga dalam sel.

"Pandangan tradisional yang digulingkan tersebut bahwa lompatan ke sel-sel 'eukarotik' hanya memerlukan mutasi yang tepat. Sebenarnya hal tersebut memerlukan sejenis revolusi industri dalam arti produksi energi," jelas Dr. Lane seperti yang dikutip dari Physorg (20/10/10).

Pada tingkat sel, manusia memiliki lebih banyak kesamaan dengan jamur, magnolia dan marigold ketimbang dengan bakteri. Alasannya ialah sel-sel kompleks seperti tumbuhan, hewan dan fungi memiliki ruang-ruang khusus termasuk pusat informasi yaitu nukleus dan pembangkit tenaga dalam hal ini mitokondria. Ruang-ruang dalam sel ini disebut 'eukariotik' dan semuanya berasal dari nenek moyang yang sama yang hanya timbul sekali dalam empat milyar tahun evolusi.

Para ilmuwan sekarang mengetahui bahwa nenek moyang yang sama ini yaitu 'eukariota pertama' lebih rumit dari bakteri manapun. Eukariota tersebut memiliki ribuan lebih gen dan protein ketimbang bakteri apapun selain kesamaan fitur seperti kode genetik. Akan tetapi apa yang memungkinkan eukariota mengakumulasi semua ekstra gen dan protein ini? Mengapa bakteri tidak?

Dengan memfokuskan pada energi yang ada di tiap gen, Lane dan Martin menunjukkan bahwa sel eukariotik rata-rata bisa mendukung 200.000 kali lipat lebih banyak gen daripada bakteri.

"Hal ini memberikan bahan mentah kepada eukariota yang memungkinkannya mengakumulasi gen-gen baru, famili gen besar dan sistem regulator dalam skala yang tak mampu dilakukan bakteri," tutur Dr. Lane. "Itu merupakan basis kompleksitas, walaupun tidak selalu digunakan."

"Bakteri ada di dasar jurang bentangan energi, dan tidak pernah menemukan cara untuk keluar," jelas Dr. Martin. "Mitokondria memberikan eukariota empat atau lima urutan besarnya energi tiap gen, dan hal tersebut memungkinkannya untuk membuat terowongan keluar melalui dinding jurang tersebut."

Peneliti tersebut kemudian beranjak ke pertanyaan kedua yaitu mengapa bakteri tidak meruangkan diri sendiri untuk mendapatkan keuntungan memiliki mitokondria? Bakteri sering kali memulainya tapi tak pernah sampai tahap yang lebih jauh.

Jawabannya terlektak pada genom mungil mitokondria. Gen-gen ini diperlukan untuk respirasi sel dan tanpa mereka sel-sel eukariotik akan mati. Jika sel-sel kian membesar dan lebih berenergi, mereka membutuhkan lebih banyak salinan gen-gen mitokondria untuk tetap hidup.

Bakteri menghadapi masalah yang sama. Mereka dapat menanganinya dengan membuat ribuan salinan keseluruhan genomnya yang dalam kasus sel bakteri raksasa seperti Epulopiscium bisa mencapai 600.000. Akan tetapi semua DNA ini memiliki ongkos energi besar yang melumpuhkan sekalipun bakteri raksasa yaitu kelumpuhan yang menghentikannya untuk berubah menjadi eukariota yang lebih kompleks. "Satu-satunya jalan keluar ialah jika satu sel entah bagaimana masuk ke dalam sel lainnya yang disebut endosimbiosis," kata Dr. Lane.

Sel-sel saling berkompetisi satu sama lain. Ketika hidup dalam sel-sel lain mereka cenderung berpotongan tergantung pada sel inangnya jika memungkinkan. Selama waktu evolusioner, mereka kehilangan gen-gen yang tak diperlukan dan menjadi langsing yang pada akhirnya hanya memiliki bagian-bagian kecil gen permulaan yaitu hanya gen-gen yang sangat diperlukan mereka.

Kunci kompleksitas yaitu bahwa gen-gen sedikit yang tersisa ini dianggap hampir tak ada. Mengkalkulasi energi yang diperlukan untuk mendukung genom bakteri normal dalam ribuan salinan serta ongkosnya merupakan suatu penghalang. Jika hal tersebut dilakukan pada genom mitokondrial mungil, ongkosnya sangat mudah ditanggung, seperti yang ditunjukkan dalam makalah Nature. Perbedaannya ialah jumlah DNA yang bisa didukung dalam nukleus, bukan sebagai salinan repetitif gen-gen tua yang sama, tapi sebagai bahan mentah bagi evolusi baru.

"Jika evolusi bekerja seperti seorang yang tanpa keahlian, evolusi mitokondria bekerja layaknya seperti sekelompok insinyur," tutur Dr. Martin.

Masalahnya ialah, walaupun sel dalam sel merupakan sesuatu yang lazim pada eukariota yang sering kali menelan sel lain, eukariota semakin jarang pada bakteri yang lebih kaku. Hal tersebut bisa dengan baik menjelaskan mengapa kehidpan kompleks dalam hal ini eukariota hanya berkembang sekali dalam sejarah Bumi, menurut kesimpulan Lane dan Martin.

http://www.nature.com/nature/journal/v467/n7318/full/nature09486.html

Universalitas Evolusi Otak

        Para peneliti menunjukkan sifat universalitas dalam evolusi otak. Mereka menemukan prinsip biologis yang mengatur diri sendiri dalam otak tiga mamalia yang secara genetik sangat berbeda, tapi dari ketiganya mereka menemukan prinsip matematis yang persis dalam pengorganisasian serta orientasi neuron-neuron.
Nenek moyang tupai dan galago terpisah 65 juta tahun dalam garis evolusi. Namun, pusat-pusat pemrosesan visual otak mereka menunjukkan desain yang sama.

Para peneliti di Universitas Duke menemukan bahwa korteks visual mengatur dirinya sendiri melalui aktifitas neuron dan tidak melalui gen atau lingkungan.

Penelitian ini penting adanya karena studi baru ini menunjukkan bahwa pola-pola rumit koneksi otak mampu mengorganisir diri sendiri dengan presisi matematis.

Malahan konsep bahwa suatu pola rumit bisa muncul dalam suatu sistem dinamis tanpa otoritas sentral atau perencana telah dipahami, misalnya dalam bidang fisika. Demikian seperti yang dilansir oleh Physorg (04/11/10)

Namun dalam sains biologi khususnya bidang neurosains, pengorganisasian diri sendiri sebagai kekuatan perkembangan jarang didokumentasikan. Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Duke ini tentunya menyediakan kasus yang didokumentasikan. Struktur eksak ini muncul dari aktifitas terus menerus dan interaksi lateral neuron-neuron juga jaringan saraf.

Penemuan ini bisa membuat para ilmuwan berpikir dengan cara baru mengenai bagaimana suatu sistem yang rumit seperti otak manusia dengan 100 milyar neuronnya menjadi terhubung untuk memulai proses awal, yang mengindikasikan kekurangan relatif gen-gen pada genom manusia dan kekurangan relatif pengalaman yang berhubungan dengan lingkungan pada bayi yang sudah memliki arsitektur saraf yang maju pada korteks selebralnya.

Penjelasan mengenai pengorganisasian diri sendiri dalam perkembangan otak bisa juga memiliki implikasi bagi rehabilitasi otak orang-orang yang sedang dalam pemulihan dari penyakit atau cedera saraf. Ketika sirkuit-sirkuit saraf pada otak yang sedang memulihkan diri mengaktifkan kembali program pertumbuhan yang membentuk perkembangan pada awal kehidupan, kelihatannya mungkin bahwa pengorganisasian diri sendiri akan terus mempengaruhi arsitektur sirkuit-sirkuit saraf bilamana mereka plastis dan mampu mengubah kekuatan dan distribusi koneksi-koneksi mereka.

Tantangan bagi penelitian ke depan yaitu untuk memahami bagaimana instruksi-instruksi genetik dan pengalaman awal kehidupan berinteraksi dalam suatu jaringan pengorganisasian diri sendiri sel-sel otak, dan bagaimana interaksi-interaksi seperti itu bisa dioptimalkan untuk mempertinggi fungsi pada otak yang berkembang secara normal, juga pada otak dewasa yang harus beradaptasi terhadap cedera dan penyakit.

Penemuan ini dipublikasikan di Science tanggal 4 November 2010.

http://www.sciencemag.org/cgi/content/abstract/science.1194869
 

Bom Populasi, Bagaimana Kita Bertahan Terhadapnya

        Populasi dunia akan mencapai 7 milyar tahun ini yang memberikan kekhawatiran apakah dunia akan segera menghadapi krisis populasi besar.
"Meskipun 50 tahun pertumbuhan populasi tercepat yang terekam, dunia melakukan dengan sangat baik dalam menghasilkan bahan pangan yang cukup dan mengurangi kemiskinan," kata ekonom Universitas Michigan David Lam, dalam pidato presidensialnya di pertemuan tahunan the Population Association of America. Demikian seperti yang dilansir oleh Physorg jumat kemarin (01/04/11).

Lam merupakan seorang profesor ekonomi dan profesor peneliti di Institut Penelitian Sosial Universitas Michigan. Ceramahnya berjudul "How the World Survived the Population Bomb: Lessons from 50 Years of Exceptional Demographic History."

Pada tahun 1968, ketika buku Paul Ehrlich berjudul "The Population Bomb," memicu alarm tentang dampak dari cepatnya pertumbuhan populasi dunia, rasio pertumbuhan sekitar 2 persen dan populasi dunia menjadi dua kali lipat dalam 39 tahun antara 1960 dan 1999.

Menurut Lam, hal tersebut merupakan sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya dan tak akan pernah terjadi lagi.

"Sebenarnya tak ada pertanyaan bahwa rasio pertumbuhan populasi dunia akan terus menurun," tutur Lam. "Rasionya hanya akan sedemikian karena momentum populasi, dengan banyaknya wanita berusia subur di negara-negara berkembang karena cepatnya pertumbuhan populasi pada dekade sebelumnya."

Lam membicarakan sejumlah faktor yang bekerja sama untuk mengurangi dampak kenaikan populasi. Di antara kekuatan ekonomi, dia menyebutkan revolusi hijau, yang dimulai oleh peraih hadiah nobel Norman Borlaug, yang menaikkan produksi per kapita makanan dunia sebanyak 41 persen antara tahun 1960 dan 2009.

"Kita telah melalui periode-periode rasio pertumbuhan yang sama sekali belum pernah terjadi sebelumnya, dan meskipun demikian prosuksi pangan meningkat bahkan lebih cepat dari populasi dan rasio kemiskinan menurun secara substansial," katanya.

Kapasitas kota-kota untuk menyerap pertumbuhan populasi dunia merupakan alasan utama lainnya yang membuat dunia dapat menggandakan populasinya dalam 40 tahun terakhir tanpa memicu kelaparan masal atau kenaikan tingkat kemiskinan, kata Lam kepada pendengarnya. Seiring dengan urbanisasi, Lam menunjuk dampak dari penurunan berkelanjutan kesuburan dan kenaikan investasi dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan anak-anak.

Pekerjaan yang dilakukan Lam di Brasil dengan ISR social demographer Leticia Marteleto menunjukkan kenaikan sedang 4,3 tahun sekolah di antara usia 16-17 tahun dari tahun 1960 hingga 2000.

"Kenaikan ini jelas melibatkan lebih dari sekadar pengurangan ukuran keluarga," kata Lam. "Sebagai contoh, anak-anak yang memiliki 10 saudara kandung pada tahun 2000 lebih banyak sekolah daripada anak-anak dengan seorang saudara kandung pada tahun 1960.

"Tak ada pendidikan Norman Borlaug untuk menjelaskan bagamana sekolah berkembang baik di negara-negara berkembang selama periode di mana populasi usia sekolah seringkali bertumbuh pada angka 3 atau 4 persen dalam satu tahun. Ini merupakan salah satu dari berbagai pencapaian 50 tahun terakhir yang layak dicermati dan dibanggakan.

Dalam kesimpulannya, Lam menyampaikan pada pendengarnya, "Tantangan-tantangan yang kita hadapi mengejutkan. Akan tetapi tantangan-tantangan tersebut tak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan tantangan-tantangan yang kita hadapi di tahun 1960an."

Teknologi Untuk Mengontrol Keinginan

        Saat ini di Amerika orang-orang sudah menggunakan teknologi untuk mengontrol hasrat atau keinginan mereka.
Teknologi ini cocok bagi siapa saja yang sedang dalam pekerjaan untuk menyelesaikan sesuatu tapi selalu diganggu oleh impuls-impuls untuk melakukan hal-hal lain.

Misalkan anda sedang menulis sebuah buku tapi selalu saja ada keinginan untuk membuka internet, maka anda dapat menggunakan teknologi ini untuk memblokir akses internet anda sendiri selama dua jam sehari.

Teknologi ini sebenarnya mirip dengan pengingat atau reminder pada telepon selular, tapi pengingat hanya berfungsi menurut waktu yang ditetapkan, sedangkan teknologi untuk mengontrol keinginan ini bekerja mengingatkan bahkan menghentikan atau membatasi aktifitas yang ingin kita lakukan pada saat kegiatan tersebut akan dilakukan.

Sekarang sudah banyak alat untuk membantu orang-orang untuk tetap pada jalur atau rencananya, misalnya sebuah program yang menghentikan pemakaian kartu kredit, atau alat yang memonitor anda sewaktu latihan dan memberikan masukan dalam bentuk suara. Alat-alat tersebut membantu kita untuk tetap disiplin dan berperilaku baik.

Kita telah memasuki era di mana peralatan elektronik berfungsi sebagai orang tua, polisi, dan pelatih karena kita tidak dapat mengontrol keinginan kita sendiri.

Jika ada kemauan, pastilah kita juga bisa mengembangkan teknologi seperti ini, khususnya aplikasi-aplikasi untuk menghentikan keinginan kita untuk melakukan hal-hal yang merugikan banyak orang.
 

Robot Menggunakan Tangannya Untuk "Berpikir"

       Koginisi tindakan-terpusat merupakan konsep terobosan dalam dunia robotika di mana robot belajar untuk "berpikir" dalam pengertian tindakan apa yang bisa dilakukanya terhadap suatu obyek.
Tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata, terlebih khusus jika anda adalah sebuah robot. Setidaknya itu merupakan teori yang disodorkan oleh upaya besar Eropa untuk mengembangkan pendekatan yang sepenuhnya baru dalam kognisi robotika.

Proyek PACO-PLUS berusaha untuk menguji suatu teori terobosan yang disebut "kompleks-kompleks tindakan-obyek" (KTO). KTO merupakan unit-unit "memikirkan dengan cara melakukan". Pada dasarnya pendekatan ini merancang perangkat lunak dan perangkat keras yang memperkenankan robot tersebut berpikir tentang obyek-obyek dalam pengertian tindakan-tindakan yang bisa dilakukan terhadap obyek tersebut.

Sebagai contoh, sebuah robot bisa melihat segalanya. Jika sebuah obyek memiliki sebuah gagang, robot tersebut bisa juga memegangnya. Jika obyek tersebut memiliki sebuah lubang, robot tersebut mungkin bisa mencocokkan sesuatu pada lubang itu atau mengisinya dengan cairan. Jika obyek itu memiliki penutup atau pintu, robot tersebut mungkin dapat membukanya.

Jadi, obyek-obyek memiliki arti atau diartikan oleh jangkauan tindakan-tindakan memungkinkan yang bisa dilakukan oleh robot terhadap obyek-obyek itu. Hal ini membuka cara yang lebih menarik bagi robot untuk berpikir secara independen karena hal itu membantu menumbuhkan kemungkinan perilaku yang berkembang yaitu perilaku-perilaku kompleks yang timbul secara spontan karena aturan-aturan sederhana.

Alam semesta kita mendemonstrasikan kompleksitas mengagumkan dari segenggam konstanta-konstanta universal dan DNA yang hanya terdiri dari empat basa, tapi dari semuanya muncul kehidupan. Para peneliti di PACO-PLUS berharap untuk mengimitasi pada level tertentu tingkat kompleksitas tersebut yaitu kompleksitas yang muncul dari kesederhanaan tersebut.

Dalam beberapa cara, pendekatan mereka mengimitasi proses belajar para bayi. Ketika menemukan obyek baru, bayi akan langsung memegangnya, memakannya, atau membenturkannya dengan obyek lain. Karena mereka belajar dari coba-coba misalnya tiang yang bulat akan masuk pada lubang bulat maka jangkauan tindakan akan meluas.

Memperhatikan orang lain juga menambah pemahaman anak dan kemudian anak tersebut mulai menggunakan tindakan dengan kombinasi untuk menyelesaikan tujuan yang lebih kompleks misalnya memegang gagang pintu lalu memutarnya.

PACO-PLUS mengambil keuntungan dari strategi-strategi yang telah dibuktikan ini untuk memungkinkan robot-robot mengajarkan diri mereka sendiri dengan cara belajar dari pengamatan dan pengalaman mereka. Sebagai kunci bagian strategi tersebut, PACO-PLUS menyelenggarakan kebanyakan karyanya dengan robot-robot Humanoid yaitu robot-robot yang bentuknya menyerupai manusia.

"Robot-robot humanoid merupakan wujud buatan dengan kemampuan-kemampuan penuh motorik yang kompleks dan perseptual yang menjadikan mereka bidang eksperimental yang sangat cocok untuk mempelajari kognisi dan pemrosesan informasi kognitif", kata Tamim Asfour yang merupakan pemimpin Kelompok Penelitian Humanoid di Institut Antropometrik di Institut Teknologi Karlsruhe Jerman dan merupakan rekan koordinator proyek PACO-PLUS.

"Karya kami mengikuti Rodney Brooks yang merupakan orang pertama yang secara eksplisit mengatakan bahwa kognisi ialah sebuah fungsi persepsi kita dan kemampuan kita untuk berinteraksi dengan lingkungan kita. Dengan kata lain, kognisi muncul dari wujud serta keberadaan kita dalam lingkungan."

Brooks yang mempublikasikan karyanya yang paling berpengaruh pada tahun 1980an, meyakini bahwa bergerak dan berinteraksi dengan lingkungan merupakan masalah-masalah yang sulit dalam evolusi biologis, akan tetapi pada saat suatu spesies mencapainya, akan sangat mudah untuk "mengevolusikan" penalaran simbolik tingkat tinggi pikiran abstrak. Brooks meyakini bahwa kecerdasan yang tidak berwujud merupakan masalah yang tak mungkin dipecahkan.

Hal ini membalikkan pendekatan yang diambil oleh "intelegensi buatan". IB meyakini jika anda mengembangkan cukup kecerdasan, pikiran mesin akan mampu merasakan dan memecahkan masalah, sedangkan kognisi robotika meyakini bahwa jika anda mengembangkan persepsi dan interaksi yang berguna, kecerdasan akan muncul secara spontan.

Penilaiannya masih membutuhkan informasi lebih untuk menentukan mana yang benar, tapi fakultas kognisi robotika didukung oleh biologi dan sekarang menangani pula proyek PACO-PLUS.

Dalam tahapan maju, belum ada calon robot seperti dalam film "I Robot". Walaupun interpretasi Hollywood masih jauh, aplikasi-aplikasi dan contoh-contoh yang dikembangkan oleh PACO-PLUS menunjukkan bahwa barangkali saat ini kita sudah berada di jalur yang benar.

http://cordis.europa.eu/ictresults/index.cfm

Memanfaatkan Tenaga Listrik Otak

Dengan menggunakan teknologi yang memanfaatkan tenaga listrik otak, seorang pasien yang mengalami kelumpuhan suatu hari bisa "memikirkan" kakinya untuk bergerak.
Para peneliti di Universitas California bagian Neurosains Komputasional telah mengembangkan teknologi yang untuk pertama kalinya memperkenankan para dokter dan ilmuwan untuk secara non invasif mengisolasi dan mengukur aktifitas listrik otak pada orang-orang yang sedang bergerak.

Teknologi ini merupakan komponen kunci sejenis antarmuka komputer otak yang akan memungkinkan eksoskeleton robotik yang dikontrol oleh pikiran pasien untuk menggerakkan anggota badan pasien tersebut, kata Daniel Ferris yang merupakan profesor di School of Kinesiology Universitas Michigan dan penulis makalah yang menjabarkan penelitian tersebut.

"Tentu saja hal tersebut tidak akan langsung terjadi tapi satu langkah menuju situasi di mana hal itu mungkin dilakukan ialah kemampuan untuk merekam gelombang otak ketika seseorang sedang bergerak," kata Joe Gwin yang merupakan penulis pertama makalah tersebut dan seorang lulusan peneliti mahasiswa tingkat doktoral di School of Kinesiology dan Bagian Mekanika Rekayasa. Demikian seperti yang dikutip dari Physorg, Selasa (02/11/10).

Dengan teknologi ini, para ilmuwan dapat menunjukkan bagian-bagian otak yang diaktifkan dan tepatnya kapan bagian-bagian tersebut diaktifkan ketika para subyek bergerak dalam lingkungan alami. Sebagai contoh, ketika kita berjalan, sinyal-sinyal yang berasal dari bagian-bagian tertentu di otak yang berfungsi sebagai pesan akan dikirimkan dari otak menuju otot-otot. Jika para ilmuwan mengetahui di mana impuls otak terjadi, mereka bisa menggunakan informasi letak tersebut untuk mengembangkan berbagai aplikasi. Sebelumnya para ilmuwan hanya bisa mengukur aktifitas listrik otak pada pasien-pasien yang tidak bergerak.

Ferris mengibaratkan pengisolasian aktifitas listrik otak ini seperti menempatkan sebuah mikrofon di tengah-tengah sebuah simfoni untuk membedakan hanya instrumen-instrumen tertentu di wilayah-wilayah tertentu, misalnya obo di kursi pertama, atau biola. Selayaknya dalam sebuah orkestra, ada banyak sumber suara dalam otak yang menghasilkan aktifitas listrik berlebihan, atau derau. Bahkan elektroda itu sendiri menghasilkan derau atau noise ketika bergerak dalam kaitan dengan sumbernya.

Para peneliti mengidentifikasi aktifitas otak yang akan diukur dengan cara melekatkan banyak sensor ke subyek yang sedang berjalan atau berlari pada alat treadmill. Kemudian mereka menggunakan pencitraan resonansi magnetik pada bagian kepala untuk mengetahui dari bagian otak mana aktifitas listrik tersebut berasal. Dengan cara ini, para ilmuwan bisa melokalisasi sumber-sumber aktifitas otak yang ingin diketahui dan mengabaikan aktifitas lain jika tidak berasal dari otak.

Ferris yang juga memiliki posisi di rekayasa biomedis mengatakan ada sekumpulan alasan para ilmuwan bisa melakukan tipe pengukuran ini sekarang ketika hal tersebut tak mungkin dilakukan beberapa tahun lalu. Para kolega di Swartz Center for Computational Neuroscience menemukan alat komputasional untuk melakukan pengukuran secara non invasif pada orang-orang, dan tanpa alat tersebut pengukurannya menjadi sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan. Kedua kelompok peneliti kemudian berusaha ke depan dan mencoba pengukuran tersebut pada subyek-subyek yang sedang berjalan atau berlari.

Lagi pula, elektroda sudah lebih sensitif dan memiliki sinyal yang lebih baik terhadap rasio derau, katanya.

Pihak militer juga tertarik dengan jenis teknologi ini yang bisa digunakan untuk mengoptimalkan performa tentara dengan cara memonitor aktifitas otak para tentara di lapangan untuk mengetahui kapan para tentara sedang dalam performa puncak. Teknologi tersebut bisa juga membantu pihak militer memahami bagaimana informasi bisa dengan cara terbaik diberikan dan ditangani oleh para tentara.

Malahan, industri atau organisasi manapun yang tertarik untuk memahami bagaimana otak dan tubuh berinteraksi, bisa mengambil manfaat dengan mengetahui bagaimana otak berfungsi selama melakukan aktifitas yang ditentukan.

"Kami bisa membayangkan otak para pasien dengan jenis gangguan neurologis berbeda, dan kami mungkin bisa menargetkan rehabilitasi kepada kelompok pasien yang menunjukkan gejala-gejala yang sama," tutur Gwin. "Jika kita bisa membayangkan otak tersebut saat menjalani beberapa rehabilitasi ini, kami bisa mendesain perawatan-perawatan yang lebih baik."

Studi ini dipublikasikan di jurnal Frontiers.

http://www.frontiersin.org/human_neuroscience/10.3389/fnhum.2010.00202/abstract